Pages

.

Telkomsel Tetap Menolak Pembayaran Fee Kurator

Telkomsel Tetap Menolak Pembayaran Fee Kurator
Jakarta (ANTARA) - PT Telkomsel menyatakan tetap menolak pembayaran imbalan jasa (fee) kurator sebesar Rp146,808 miliar karena penetapannya cacat hukum dan tidak mencerminkan rasa keadilan, kepatutan, serta kepantasan.
"Kami tetap pada pendapat semula, tidak akan melakukan pembayaran karena tidak menganggap adanya tagihan. Bagi kami tagihan itu tidak wajar," kata Tim Kuasa Hukum Telkomsel Andri W. Kusuma, kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Menurut Andri, kasasi pailit Telkomsel telah dikabulkan Mahkamah Agung (MA), hal ini berarti anak usaha PT Telkom tersebut tidak dalam pailit.
Ia menjelaskan, sejak awal kasus ini memang sangat tidak logis. Telkomsel digugat pailit oleh Prima Jaya Informatika atas tagihan yang menurut Prima Jaya adalah "hutang", sebesar Rp5,260 miliar.
"Di tingkat kasasi tidak terbukti. Sekarang Telkomsel dituntut membayar fee kurator nyaris 300 kali lipat dari "hutang" yang dipersengketakan itu. Masuk akal atau tidak?" kata Andri.
Diungkapkan Andri, dalam Permenkumham yang mengatur tentang imbalan jasa kurator baik No. 9/1998, atau No 1/2013 secara jelas diatur tiga hal.
Pertama, perhitungan berdasarkan aset jika pailit benar terjadi. Kedua, jika terjadi perdamaian tetap ada pemberesan dan dihitung 2% dari aset. Ketiga, jika pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK), fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja.
Perbedaan di Permenkumham lama atau baru ini adalah, di aturan lama jika tidak terjadi pailit maka fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung berdua. Sedangkan, pada aturan baru disebutkan jika tidak terjadi pailit fee dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung pemohon.
"Jadi, saya tegaskan, mau pakai aturan lama atau baru sama saja. Hitungannya berdasarkan jam kerja. Bukan nilai total aset," tegas Andri.
Terkait akan adanya upaya hukum dari kurator, jika Telkomsel tidak memenuhi pembayaran fee tersebut, Andri tidak mempermasalahkannya. "Silahkan saja jika mau eksekusi kalau bisa," katanya.

Tidak wajar

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Advokat Indonesia, Cabang Jakarta James Purba mengatakan secara aturan, kurator memang berhak mendapatkan fee.
"Berdasarkan Permenkumham, penghitungan fee kurator tidak berdasarkan persentase total aset karena Telkomsel tidak pailit. Lagipula, tidak ada penjualan aset. Hanya administrasi dan penagihan. Itu pun belum selesai lalu sudah bebas pailit," katanya.
Menurut James, sesuai surat keputusan Permenkumham bahwa penghitungan fee kurator berdasarkan kewajaran saja.
"Sebelum Permenkumham baru diterbitkan, penghitungannya ada yang berdasarkan jam kerja juga. Menurut pandangan saya dari sisi independen, kalau dalam tempo kurang dari 3 bulan kurator mendapat fee sebesar itu (Rp106,808 miliar, red), ya tidak wajar juga," tegasnya.
James menambahkan, kewajaran itu seharusnya berdasarkan kinerja, jam kerja, profesionalisme, dan senioritas seorang kurator.
"Kurator kerja berapa jam, tidak ada patokan fee-nya. Tergantung tarif masing-masing, misalnya, saya sebagai kurator pasang tarif 100 dolar AS per jam, atau Rp5 juta per jam, ya bisa-bisa saja. Tidak ada patokannya. Kalau kliennya mau ya sah-sah saja," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa alur penetapan fee adalah diajukan oleh kurator kepada pengadilan dan diputuskan oleh hakim pengadilan.
"Jadi pengadilan yang seharusnya lebih bijak, jadi dalam hal ini kuratornya mungkin tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena, mereka mengikuti aturan dari pengadilan," katanya.
Dikatakannya, kewenangan penetapan ada di pengadilan, sehingga wajar dipertanyakan kenapa tidak memberi keputusaan soal fee yang wajar untuk 80 hari kerja.
"Bukannya ketika pailit pun perusahaan tetep jalan. Semua biaya operasional yang menanggung tetap operator, bukan kurator. Jadi pertanyakan saja kepada pengadilan, apa peran kurator yang signifikan yang bikin biayanya sampai sedemikan besar," saran James.
Selain itu tambahnya, hal lain yang juga menjadi pertimbangan, adalah Telkomsel memiliki saham Merah Putih, sebagai anak usaha Telkom.
"Jadi keputusan hakim, kalau salah, berarti ikut merugikan negara," tegasnya.
Untuk diketahui perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat sebesar Rp293,616 miliar merupakan hasil penghitungan dari 0,5 persen dikalikan total aset Telkomsel sekitar Rp58,723 triliun.
Pola penghitungan fee dengan menggunakan Permenkumham No 9/1998, maka angka sebesar Rp293,616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI), sehingga masing-masing dibebankan Rp146,808 miliar.
Sedangkan Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013.
Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp 5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit. (ar)